Siapa yang tidak mengenal ilmu kimia?
Bagi para murid jurusan IPA, kimia adalah salah satu mata pelajaran
yang sedikit menguras tenaga dan fikiran. Karena tak jarang di dalamnya
membahas sesuatu yang sangat kecil bahkan sampai sesuatu yang tidak
tampak di mata kita. Rumus-rumus yang menghiasinya pun menyilaukan mata.
Memang banyak para murid yang menyukai pelajaran tersebut dan
menjadikannya sebuah tantangan yang harus dikerjakan, tapi tak sedikit
pula murid yang tidak menyukainya. Namun sejak dua tahun yang lalu, suka
atau tidak suka para murid harus mempelajarinya semaksimal mungkin,
karena pemerintah memutuskan untuk memasukkanya ke dalam mata pelajaran
yang di Ujian Nasionalkan. Siapakah sebenarnya orang besar di balik ilmu rumit tersebut?
Namanya Jabir bin Hajjan. Nama yang tidak dapat dihapus begitu saja dari sejarah Islam. Karya-karya cemerlangnya pun tak bisa hanya dipandang sebelah mata. Sebab sejarah telah menjadi saksi, bahwa Jabir adalah seorang ahli kimia Islam yang begitu berjasa pada dunia ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Oleh karena itu tidak berlebihan jika kita menyebutnya “Bapak Kimia Islam”.
Sebagai seorang ilmuwan, Jabir tidak puas begitu saja dengan teori-teori sarjana sebelumnya. Ia terus mengadakan experiment. Ternyata hasilnya mampu menumbangkan dan melebihi teori-teori sebelumnya. Sekalipun dalam mengemukakan hasil akhir experiment nya ia terkenal ekstrim. Namun sikapnya yang demikian selalu diikuti dengan bukti-bukti yang nyata.
Jabir bin Hajjan dilahirkan di Khurasan, tahun 120 H. Ketika itu ayahnya, Hajjan al-Attar, tengah mengadakan perjalanan berkampanye untuk Bani Abbas. Untungnya waktu itu pihak penguasa di Baghdad sangat menaruh perhatian pada para ulama dan sarjana untuk mempergiat usaha penyebaran ilmu pengetahuan melalui tulisan dan mulai menerjemahkan buku-buku penting karya sarjana sebelumnya.
Di Negara Arab, Jabir begitu tekun mempelajari ilmu kimia lewat gurunya, Ja`far as-Sadik. Di samping mempelajari kimia, ia juga mendalami ilmu kedokteran, filsafat, dan ilmu pasti. Tampaknya di bidang ilmu kimia inilah Jabir paling menonjol. Hingga akhirnya mengantarkan nama Jabir disebut-sebut orang sebagai peletak dasar ilmu kimia.
Diantara keistimewaan yang dimiliki oleh Jabir adalah ketelitian dan kejujurannya dalam mengadakan experiment. Dalam penelitiannya, ia tidak mudah untuk tergesa-gesa. Ia senantiasa menyejajarkan antara teori dan praktek. Sebab menurutnya, untuk mencapai suatu pengetahuan haruslah dengan percobaan dan praktek.
Pantaslah jika akhirnya Jabir mampu menciptakan konsep yang jelas mengenai teori-teori yang diketengahkan para sarjana kimia sebelumnya. Berdasarkan penyelidikan para sarjana Yunani, pada waktu itu hanya dikenal teori kimia tentang empat unsur terjadinya wujud, yakni wujud air, tanah, api, dan udara. Selanjutnya dikenal sifat yang empat pula, yaitu sejuk, panas, kering, dan lembab.
Sementara Aristoteles menambahkan, ada unsur pertengahan antara api dan tanah, yakni asap. Sedangkan antara udara dan air, yakni konsistensi air. Kesimpulan Aristoteles menerangkan, bahwa terjadinya mineral disebabkan melarutnya “kedua cara” perantaraan tersebut dalam perut bumi.
Namun teori tersebut dibantah oleh sarjana-sarjana muslim. Sebab menurut penyelidikan, teori tersebut tidak banyak memberi bukti. Menurut Jabir, mineral itu tidak mungkin terdiri dari dua unsur tersebut. Bahkan ia berubah ke dalam dua unsur baru, yaitu air raksa dan belerang. Karena pelarutan keduanya di perut bumi akan menjadi mineral.
Meskipun kesimpulan Jabir terkesan aneh, tapi pada akhirnya diakui oleh para kimiawan. Bahkan menjadi dasar teori “Phlogiston” yang berkembang selanjutnya. Teori ini menyatakan, semua substansi yang bisa terbakar dan mineral-mineral yang dapat membeku karena zat-zat air, raksa, garam dapur, dan belerang.
Banyak hal yang disumbangkan Jabir untuk menambah perbendaharaan ilmu kimia ketika itu. Selain melakukan percobaan-percobaan, ia pun membuat alat-alat yang akan digunakan dengan tangannya sendiri. Melalui beragam percobaannya, Jabir mengungkapkan tentang penguapan, penyulingan -atau dalam istilah kimianya biasa disebut destilasi-, dan pengkristalan. Ia pun berhasil mengeluarkan zat-zat kimia, seperti nitrat perak (silver nitrate) dan asam nitrat (nitrate acid). Ia lah yang pertama kali menemukan teori pelarutan garam nitrat perak dengan pelarutan garam dapur yang kelak menjadi penyebab adanya pengendapan putih dan tembaga yang menghasilkan nyala hijau.
Begitulah sosok Jabir bin Hajjan. Kecemerlangan pikiran dan kesungguhannya belajar membuat orang lain merasa kagum. Ia telah menulis tak kurang dari 80 buah buku dan banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Dari penemuan-penemuannya inilah yang akhirnya di kemudian hari menjadi referensi penting bagi perkembangan ilmu kimia modern di Eropa.
Jabir adalah salah satu di antara putra-putra Islam pilihan. Ia meninggal dalam usia 90 tahun, setelah mewariskan banyak ilmu kepada kita semua. Berkat jasa-jasanya pula ia selalu dikenang oleh para pengagumnya, dan terukir sempurna di hati para pencintanya sepanjang zaman. Maha Benar Allah yang berfirman : “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu sekalian dan orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan beberapa derajat.” Wallahuta`ala a`lam bisshowaab.
sumber : isykarima.com,ashadisasongko.staff.ipb.ac.id
Namanya Jabir bin Hajjan. Nama yang tidak dapat dihapus begitu saja dari sejarah Islam. Karya-karya cemerlangnya pun tak bisa hanya dipandang sebelah mata. Sebab sejarah telah menjadi saksi, bahwa Jabir adalah seorang ahli kimia Islam yang begitu berjasa pada dunia ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Oleh karena itu tidak berlebihan jika kita menyebutnya “Bapak Kimia Islam”.
Sebagai seorang ilmuwan, Jabir tidak puas begitu saja dengan teori-teori sarjana sebelumnya. Ia terus mengadakan experiment. Ternyata hasilnya mampu menumbangkan dan melebihi teori-teori sebelumnya. Sekalipun dalam mengemukakan hasil akhir experiment nya ia terkenal ekstrim. Namun sikapnya yang demikian selalu diikuti dengan bukti-bukti yang nyata.
Jabir bin Hajjan dilahirkan di Khurasan, tahun 120 H. Ketika itu ayahnya, Hajjan al-Attar, tengah mengadakan perjalanan berkampanye untuk Bani Abbas. Untungnya waktu itu pihak penguasa di Baghdad sangat menaruh perhatian pada para ulama dan sarjana untuk mempergiat usaha penyebaran ilmu pengetahuan melalui tulisan dan mulai menerjemahkan buku-buku penting karya sarjana sebelumnya.
Di Negara Arab, Jabir begitu tekun mempelajari ilmu kimia lewat gurunya, Ja`far as-Sadik. Di samping mempelajari kimia, ia juga mendalami ilmu kedokteran, filsafat, dan ilmu pasti. Tampaknya di bidang ilmu kimia inilah Jabir paling menonjol. Hingga akhirnya mengantarkan nama Jabir disebut-sebut orang sebagai peletak dasar ilmu kimia.
Diantara keistimewaan yang dimiliki oleh Jabir adalah ketelitian dan kejujurannya dalam mengadakan experiment. Dalam penelitiannya, ia tidak mudah untuk tergesa-gesa. Ia senantiasa menyejajarkan antara teori dan praktek. Sebab menurutnya, untuk mencapai suatu pengetahuan haruslah dengan percobaan dan praktek.
Pantaslah jika akhirnya Jabir mampu menciptakan konsep yang jelas mengenai teori-teori yang diketengahkan para sarjana kimia sebelumnya. Berdasarkan penyelidikan para sarjana Yunani, pada waktu itu hanya dikenal teori kimia tentang empat unsur terjadinya wujud, yakni wujud air, tanah, api, dan udara. Selanjutnya dikenal sifat yang empat pula, yaitu sejuk, panas, kering, dan lembab.
Sementara Aristoteles menambahkan, ada unsur pertengahan antara api dan tanah, yakni asap. Sedangkan antara udara dan air, yakni konsistensi air. Kesimpulan Aristoteles menerangkan, bahwa terjadinya mineral disebabkan melarutnya “kedua cara” perantaraan tersebut dalam perut bumi.
Namun teori tersebut dibantah oleh sarjana-sarjana muslim. Sebab menurut penyelidikan, teori tersebut tidak banyak memberi bukti. Menurut Jabir, mineral itu tidak mungkin terdiri dari dua unsur tersebut. Bahkan ia berubah ke dalam dua unsur baru, yaitu air raksa dan belerang. Karena pelarutan keduanya di perut bumi akan menjadi mineral.
Meskipun kesimpulan Jabir terkesan aneh, tapi pada akhirnya diakui oleh para kimiawan. Bahkan menjadi dasar teori “Phlogiston” yang berkembang selanjutnya. Teori ini menyatakan, semua substansi yang bisa terbakar dan mineral-mineral yang dapat membeku karena zat-zat air, raksa, garam dapur, dan belerang.
Banyak hal yang disumbangkan Jabir untuk menambah perbendaharaan ilmu kimia ketika itu. Selain melakukan percobaan-percobaan, ia pun membuat alat-alat yang akan digunakan dengan tangannya sendiri. Melalui beragam percobaannya, Jabir mengungkapkan tentang penguapan, penyulingan -atau dalam istilah kimianya biasa disebut destilasi-, dan pengkristalan. Ia pun berhasil mengeluarkan zat-zat kimia, seperti nitrat perak (silver nitrate) dan asam nitrat (nitrate acid). Ia lah yang pertama kali menemukan teori pelarutan garam nitrat perak dengan pelarutan garam dapur yang kelak menjadi penyebab adanya pengendapan putih dan tembaga yang menghasilkan nyala hijau.
Begitulah sosok Jabir bin Hajjan. Kecemerlangan pikiran dan kesungguhannya belajar membuat orang lain merasa kagum. Ia telah menulis tak kurang dari 80 buah buku dan banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Dari penemuan-penemuannya inilah yang akhirnya di kemudian hari menjadi referensi penting bagi perkembangan ilmu kimia modern di Eropa.
Jabir adalah salah satu di antara putra-putra Islam pilihan. Ia meninggal dalam usia 90 tahun, setelah mewariskan banyak ilmu kepada kita semua. Berkat jasa-jasanya pula ia selalu dikenang oleh para pengagumnya, dan terukir sempurna di hati para pencintanya sepanjang zaman. Maha Benar Allah yang berfirman : “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu sekalian dan orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan beberapa derajat.” Wallahuta`ala a`lam bisshowaab.
sumber : isykarima.com,ashadisasongko.staff.ipb.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar